Pendekatan
konflik kognitif diartikan sebagai seperangkat kegiatan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif untuk
mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang
berlawanan atau berbeda kepada peserta didik, agar terjadi proses internal yang
intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi,
dengan melakukan reorganisasi pengetahuan yang telah tersimpan dalam struktur
kognitifnya dan adaptasi berupa proses asimilasi dan akomodasi (Sugiyanta,
2008). Lebih lanjut Suparno (2007) menjelaskan tentang asimilasi dan akomodasi,
yaitu ada dua tahap yang dilakukan dalam proses belajar untuk perubahan konsep.
Tahap pertama adalah asimilasi dan tahap kedua adalah akomodasi. Dengan
asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punyai untuk
berhadapan dengan fenomena baru. Dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang
tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Hal ini sejalan
dengan teori belajar bermakna dari Ausubel, belajar bermakna terjadi bila
pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan
mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang ada akan
menga-kibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yamg telah dipunyai
siswa. Menurut Lee dan Kwon dalam Maulana, (2009) proses konflik kognitif
meliputi tiga tahapan yaitu :(a) pendahuluan (preliminary) yaitu dilakukan
dengan penyajian konflik kog-nitif,(b) konflik (conflict) yaitu penciptaan
konflik dengan bantuan kegiatan demonstrasi atau eksperimen yang melibatkan proses asimilasi dan
akomodasi,(c) penyelesaian (resolution) yaitu kegiatan diskusi dan menyimpulkan
hasil diskusi. Ada beberapa kelebihan dari pendekatan konflik kognitif,
diantaranya adalah dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam mempelajari konsepkonsep
fisika, melatih siswa berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan aktivitas
belajar siswa. Berpikir adalah berbicara dengan diri kita sendiri dalam benak
dan batin masing-masing dari hal mempertimbangkan, merenungkan, mengamati,
menganalisa, dan membuktikan sesuatu serta menentukan hasilnya (Pramudya 2006).
Sedangkan berpikir kritis sering disebut berpikir mandiri, berpikir
mempertimbangkan, atau berpikir mengevaluasi (Reid 2006). Muhfahroyin (2009)
mengungkapkan kemampuan berpikir kritis merupakan proses kognitif untuk
memperoleh pengetahuan. Jadi yang dimaksud
Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011): 89-96 90
A.
Setyowati Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif dalam , dkk. -
Gambar
1. Grafik nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol
dengan
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir peserta didik untuk
membandingkan dua atau lebih informasi dengan tujuan memperoleh pengetahuan
melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang dan kebenaran ilmiah.
Kriteria kemampuan berpikir kritis yang akan diteliti dalam penelitian ini
meliputi berhipotesis, berasumsi, mengklasifikasi, me-ngamati, mengukur,
menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengevaluasi. Euwe Van Den Berg (1991)
menjelaskan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia untuk
berpikir, konsepsi adalah pentafsiran atas suatu konsep dari ilmu yang kita
pelajari, dan miskonsepsi adalah pola berpikir yamg konsisten pada suatu
situasi atau masalah yang berbeda-beda tetapi pola berpikir itu salah. Atau
dapat juga diartikan sebagai pola pikir seseorang yang berbeda atau
bertentangan dengan konsep ilmuan yang sudah ada. Ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya kesalahan konsep (miskonsepsi) pada seseorang dalam
mempelajari suatu ilmu, terutama dalam pembelajaran ilmu fisika yang syarat
akan konsep-konsep dasar fisika diantaranya adalah: (a) kurang tepatnya
aplikasi konsepkonsep yang telah dipelajar,(b) ketidakberhasilan dalam
menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain pada situasi yang tepat,(c)
ketidakberhasilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari konsep yang
bersangkutan,(d) sulitnya untuk
meninggalkan
pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya. Hasil belajar kognitif merupakan
takaran dari tingkat kemampuan atau ketrampilan intelektual dari tingkat rendah
sampai dengan tingkat tinggi (Sugandi, 2006). Ranah kognitif dibagi kedalam
beberapa kategori yang tersusun secara hierarki sebagai berikut:(1) kemampuan
kognitif tingkat pengetahuan (C1), (2) kemampuan kognitif tingkat pemahaman
(C2), (3) kemampuan kognitif tingkat penerapan (C3), (4) kemampuan kognitif
tingkat analisis (C4), (5). kemampuan kognitif tingkat sintesis (C5), dan (6) kemampuan
kognitif tingkat evaluasi (C6).
Berdasarkan
hasil analisis data setelah penelitian, kelas eksperimen yang mendapatkan
pembelajaran konflik kognitif memperoleh nilai rata-rata hasil belajar
kognitif, kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa tentang tekanan
yang lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Ini dikarenakan pada pembelajaran dengan pendekatan konflik
kognitif pada diri siswa terjadi proses internal yang intensif sehingga
keseimbangan ilmu yang lebih tinggi tercapai. Selain itu dengan penggunaan
konflik kognitif siswa mengalami proses asimilasi dan akomodasi sehingga siswa
dapat mengarahkan kemampuan otaknya untuk berpikir dan belajar suatu konsep
baru yang belum dipahami. Dalam pembelajaran konflik kognitif ini siswa yang
berperan aktif, guru hanya bertindak sebagai fasilisator
dan
mediator dalam pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk mengutarakan
pendapat dalam menyelesaikan permasalahan konsep yang dihadapi sehingga kemampuan
berpikir mereka dapat berjalan secara optimal. Dalam pembuktian konsep-konsep
yang salah siswa langsung diberikan pengalaman berupa demonstrasi sehingga
mereka merasa antusias dan tidak bosan selama mengikuti pembelajaran di kelas.
Pada dasarnya model pembelajaran tidak
ada yang sempurna, oleh sebab itu kita harus lebih cerdas dalam memilih model
pendekatan dengan kondisi lingkungan, siswa dan materi atau konsep yang akan
diajarkan. Contohnya dalam penelitian ini ada beberapa kendala seperti
kurangnya waktu untuk jam pelajaran, karena metode konflik kognitif ini
cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun masalah tersebut dapat
diatasi dengan menyesuaikan pokok materi yang akan dibahas dengan lamanya jam
pelajaran tiap pertemuan. Penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan pendekatan konflik kognitif terbukti efektif jika digunakan dalam pencapaian hasil belajar
kognitif, meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan pemahaman konsep
siswa pada materi tekanan.
Pendekatan
konflik kognitif dapat dijadikan alternatif untuk pelaksanaan pembelajaran
fisika, namun dalam proses pembelajaran guru diharapkan dapat lebih
memperhatikan kemampuan dasar penguasaan konsep siswa agar tidak terjadi
miskonsepsi dalam pembelajaran fisika. Serta lebih kreatif dan inovatif dalam
memilih model pembelajaran untuk siswa. Penelitian ini hanya sebagai referensi
kita dalam kontribusi dunia pendidikan, selebihnya mungkin peneliti lain dapat
memilih model pembelajaran lain atau mengembangkan model pembelajaran ini
dengan lebih baik dan sebaiknya sesuaikan model pembelajaran yang dipakai
dengan kondisi lingkungan dan kondisi siswa di kelas agar belajar dapat
berjalan dengan baik.
Sumber:
Setyowati,dkk. 2011. Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika
Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011): 89-96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar