Sabtu, 02 Desember 2017

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP KELAS VIII




Pendekatan konflik kognitif diartikan sebagai seperangkat kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk  mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik, agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi, dengan melakukan reorganisasi pengetahuan yang telah tersimpan dalam struktur kognitifnya dan adaptasi berupa proses asimilasi dan akomodasi (Sugiyanta, 2008). Lebih lanjut Suparno (2007) menjelaskan tentang asimilasi dan akomodasi, yaitu ada dua tahap yang dilakukan dalam proses belajar untuk perubahan konsep. Tahap pertama adalah asimilasi dan tahap kedua adalah akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punyai untuk berhadapan dengan fenomena baru. Dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Hal ini sejalan dengan teori belajar bermakna dari Ausubel, belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang ada akan menga-kibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yamg telah dipunyai siswa. Menurut Lee dan Kwon dalam Maulana, (2009) proses konflik kognitif meliputi tiga tahapan yaitu :(a) pendahuluan (preliminary) yaitu dilakukan dengan penyajian konflik kog-nitif,(b) konflik (conflict) yaitu penciptaan konflik dengan bantuan kegiatan demonstrasi atau eksperimen  yang melibatkan proses asimilasi dan akomodasi,(c) penyelesaian (resolution) yaitu kegiatan diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Ada beberapa kelebihan dari pendekatan konflik kognitif, diantaranya adalah dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam mempelajari konsepkonsep fisika, melatih siswa berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa. Berpikir adalah berbicara dengan diri kita sendiri dalam benak dan batin masing-masing dari hal mempertimbangkan, merenungkan, mengamati, menganalisa, dan membuktikan sesuatu serta menentukan hasilnya (Pramudya 2006). Sedangkan berpikir kritis sering disebut berpikir mandiri, berpikir mempertimbangkan, atau berpikir mengevaluasi (Reid 2006). Muhfahroyin (2009) mengungkapkan kemampuan berpikir kritis merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Jadi yang dimaksud

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011): 89-96 90

A. Setyowati Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif dalam , dkk. -

Gambar 1. Grafik nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

dengan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir peserta didik untuk membandingkan dua atau lebih informasi dengan tujuan memperoleh pengetahuan melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang dan kebenaran ilmiah. Kriteria kemampuan berpikir kritis yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi berhipotesis, berasumsi, mengklasifikasi, me-ngamati, mengukur, menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengevaluasi. Euwe Van Den Berg (1991) menjelaskan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia untuk berpikir, konsepsi adalah pentafsiran atas suatu konsep dari ilmu yang kita pelajari, dan miskonsepsi adalah pola berpikir yamg konsisten pada suatu situasi atau masalah yang berbeda-beda tetapi pola berpikir itu salah. Atau dapat juga diartikan sebagai pola pikir seseorang yang berbeda atau bertentangan dengan konsep ilmuan yang sudah ada. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan konsep (miskonsepsi) pada seseorang dalam mempelajari suatu ilmu, terutama dalam pembelajaran ilmu fisika yang syarat akan konsep-konsep dasar fisika diantaranya adalah: (a) kurang tepatnya aplikasi konsepkonsep yang telah dipelajar,(b) ketidakberhasilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain pada situasi yang tepat,(c) ketidakberhasilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari konsep yang bersangkutan,(d) sulitnya untuk

meninggalkan pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya. Hasil belajar kognitif merupakan takaran dari tingkat kemampuan atau ketrampilan intelektual dari tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi (Sugandi, 2006). Ranah kognitif dibagi kedalam beberapa kategori yang tersusun secara hierarki sebagai berikut:(1) kemampuan kognitif tingkat pengetahuan (C1), (2) kemampuan kognitif tingkat pemahaman (C2), (3) kemampuan kognitif tingkat penerapan (C3), (4) kemampuan kognitif tingkat analisis (C4), (5). kemampuan kognitif tingkat sintesis (C5), dan (6) kemampuan kognitif tingkat evaluasi (C6).

Berdasarkan hasil analisis data setelah penelitian, kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran konflik kognitif memperoleh nilai rata-rata hasil belajar kognitif, kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa tentang tekanan yang lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Ini dikarenakan pada pembelajaran dengan pendekatan konflik kognitif pada diri siswa terjadi proses internal yang intensif sehingga keseimbangan ilmu yang lebih tinggi tercapai. Selain itu dengan penggunaan konflik kognitif siswa mengalami proses asimilasi dan akomodasi sehingga siswa dapat mengarahkan kemampuan otaknya untuk berpikir dan belajar suatu konsep baru yang belum dipahami. Dalam pembelajaran konflik kognitif ini siswa yang berperan aktif, guru hanya bertindak sebagai fasilisator

dan mediator dalam pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat dalam menyelesaikan permasalahan konsep yang dihadapi sehingga kemampuan berpikir mereka dapat berjalan secara optimal. Dalam pembuktian konsep-konsep yang salah siswa langsung diberikan pengalaman berupa demonstrasi sehingga mereka merasa antusias dan tidak bosan selama mengikuti pembelajaran di kelas. Pada dasarnya model  pembelajaran tidak ada yang sempurna, oleh sebab itu kita harus lebih cerdas dalam memilih model pendekatan dengan kondisi lingkungan, siswa dan materi atau konsep yang akan diajarkan. Contohnya dalam penelitian ini ada beberapa kendala seperti kurangnya waktu untuk jam pelajaran, karena metode konflik kognitif ini cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun masalah tersebut dapat diatasi dengan menyesuaikan pokok materi yang akan dibahas dengan lamanya jam pelajaran tiap pertemuan. Penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan konflik kognitif  terbukti efektif  jika digunakan dalam pencapaian hasil belajar kognitif, meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan pemahaman konsep siswa pada materi tekanan.

Pendekatan konflik kognitif dapat dijadikan alternatif untuk pelaksanaan pembelajaran fisika, namun dalam proses pembelajaran guru diharapkan dapat lebih memperhatikan kemampuan dasar penguasaan konsep siswa agar tidak terjadi miskonsepsi dalam pembelajaran fisika. Serta lebih kreatif dan inovatif dalam memilih model pembelajaran untuk siswa. Penelitian ini hanya sebagai referensi kita dalam kontribusi dunia pendidikan, selebihnya mungkin peneliti lain dapat memilih model pembelajaran lain atau mengembangkan model pembelajaran ini dengan lebih baik dan sebaiknya sesuaikan model pembelajaran yang dipakai dengan kondisi lingkungan dan kondisi siswa di kelas agar belajar dapat berjalan dengan baik.

Sumber:
Setyowati,dkk. 2011. Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011): 89-96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar